Organisasi – Idealisme diantara banyak kepentingan


Organisasi, sebuah kata yang membawa pikiran ini jauh ke belakang. Tepatnya saat duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu ada Dokter Kecil, sebuah program yang mendidik arti penting kesehatan sejak usia dini. Walau yang diingat hanya pemeriksaan kuku, sesaat sebelum masuk jam pelajaran dimulai. Berdiri berjajar, memanjang ke belakang, satu per satu murid diperiksa kukunya. Gatau kenapa bisa masuk Dokter Kecil ini. Walau yang pasti tidak ada fit and proper test untuk menjadi Dokter Kecil, :P. Disini tidak ada kepentingan sama sekali selain belajar untuk berperilaku sehat sejak usia dini. Dipikir-pikir, ternyata bidang kesehatan yang pertama dipilih. Ini mungkin salah satu alasan kenapa saya selalu mengutamakan kebersihan dalam segala aspek, :D. Mencoba membuat prakiraan kebiasaan saat ini terhadap kebiasaan sejak dini. Walau data tidak cukup lengkap untuk membuat linearitasnya. Analisis kualitatif dengan data yang tidak cukup, artinya mohon diabaikan saja.

Beranjak masuk bangku sekolah menengah pertama, saya hanya tertarik dengan organisasi yang bernama bola basket. Lho ko bola basket itu disebut organisasi ? Ya, lebih tepatnya masuk club basket, sehingga boleh dong bola basket disebut organisasi. Satu-satunya kepentingan di dalam organisasi ini adalah bagaimana berstrategi untuk memenangkan sebuah pertandingan. Diajarkan berlatih secara periodik dan punya target yang harus dicapai setiap minggunya, merupakan pembelajaran di dalam organisasi. Bagaimana mungkin bila kita ingin punya stamina kuat, mahir dalam bermain bola basket, berlatih strategi, tanpa ada perencanaan yang matang. Iya gitu ? Perasaan dulu pas main bola basket tidak serumit seperti dalam tulisan ini ? Ha ha ha, bermain bola basket ya tetap bermain bola basket. Kegembiraan di tengah rutinitas sekolah. So, yang pasti bola basket mengajarkan saya bahwa untuk mencapai sesuatu kita butuh pengorbanan berupa proses pembelajaran yang dilakukan secara bertahap dan dengan pencapaian yang jelas. Jadi kalau sekarang kita bermimpi untuk menjadi sukses, ya jangan berharap lebih kalau kita hanya duduk manis kemudian melamun saja. Apalagi jangan sampai dech kalau kita mengambil jalan pintas untuk mendapatkan kesuksesan tersebut. Bidang kedua dalam berorganisasi yang saya ikuti adalah olahraga.

Memasuki masa remaja, duduk di bangku sekolah menengah atas. Bidang olahraga tetap digeluti, walau saat itu konsentrasi terbagi dengan organisasi lainnya. Tidak terpikir mau gabung dengan berbagai organisasi selain olahrga bola basket, ternyata saya masuk organisasi dari mulai Paskibra, Pramuka, kemudian OSIS. Kebanyakan ternyata, sehingga prioritas pekerjaan saat itu: 1) organisasi, 2) olahraga bola basket, 3) belajar, itupun kalau tenaga masih ada, :D. Mengingat ini pengalaman pertama dalam berorganisasi di luar bidang kesehatan dan olahraga, saya pun bersemangat untuk mengerjakannya. Banyak sekali pengalaman berharga yang didapat selama 2 tahun di sekolah menengah atas ini. Kenapa dua tahun ? karena satu tahun saya pindah sekolah ke ibukota tercinta, hanya karena lebih banyak kegiatan ekstrakurikulernya daripada belajar, he he he. Belajar disiplin, kerja sama tim, kepemimpinan, dan lain sebagainya. Media pembelajaran organisasi yang paling berkesan.

Dua belas tahun belajar berorganisasi, dimana organisasi murni hanya tempat untuk berhimpun orang-orang yang ingin belajar dan eksis dalam suatu aktivitas. Uang, jabatan, haluan politik, pandangan agama, atau entah apalagi parameter lainnya, yang orang dewasa menjadi tidak paham akan hakekat berorganisasi, tidak ada sama sekali. Hanya belajar dan belajar. Mungkin ada sedikit perubahan orientasi saat ini, ketika terminologi wirausaha sudah mulai digemakan. SMA pun sudah mulai cari dana dengan cara berjualan di kegiatan hari minggu.

Bosan dalam kepenatan berorganisasi, semasa kuliah saya memutuskan untuk tidak ikut kegiatan himpunan kemahasiswaan. Dalam kepala waktu itu, memang benar-benar jenuh untuk beraktivitas. Hanya meneruskan latihan berpikir selama satu tahun sebelumnya. Sempat masuk organisasi keagamaan di awal kuliah sampai dua tahun kedepan, sebelum benar-benar meninggalkan dunia penuh cahaya terang benderang menuju dunia kegelapan. Ya masuk dunia gelap gulita yang bernama Laboratorium. Entah kenapa, melalui media ini, seakan-akan olah pikir dan organisasi bersatu padu. Belajar, bereksperimen, mempersiapkan dan mengatur kegiatan praktikum, dan rutinitas akademik lainnya. Entah kenapa, bidang inilah yang terakhir membuat saya terperangkap di dalamnya. Benar-benar terperangkap, pada sebuah titik yang orang bilang ‘Point of No Return’. Bahagia ? Iya, jatuh cinta ? semestinya, siap menerima tantangan lainnya ? Insya Allah, mudah-mudahan ada jalannya, :D.

Empat tahun selepas lulus kuliah tingkat sarjana. Transformasi pemahaman organisasi, dari non-profit menjadi profit, dari search of the knowledge menjadi search of the best practice, dari yang berpikir ‘gimana besok !’ menjadi ‘besok gimana ?’. Tapi satu yang pasti, yang tak pernah berubah, mencari kesempurnaan. Idealisme di tengah banyak kepentingan, yang selalu berujung pada kata ‘No Results’. Beragam vektor yang merepresentasikan tingkat kepentingan dari banyak individu sehingga menghasilkan resultan yang kontra produktif.

Melalui proses dan pintu yang tak disangka-sangka, akhirnya kembali ke dunia pendidikan. Mulai berpikir realistis terhadap jalan yang ditempuh, dan memperkuat diri dengan portofolio yang baik. Menjalani aktivitas dengan ide di kepala, aksi di tangan, dan dikerjakan dengan hati baja. Insya Allah pasti bisa, tekadku dalam hati. Dua tahun pertama belajar survive, dua tahun berikutnya belajar eksis, kemudian dua tahun setelahnya mencoba mempertaruhkan idealisme. Walau akhirnya, lagi-lagi idealisme itu kandas oleh banyaknya kepentingan. Menghilang tanpa jejak, seolah-olah bahasa tabu untuk diucapkan. Tak mengerti, walau semua orang memahami. Ah sudahlah, tak perlu mencari banyak literatur untuk jadi pijakan, tak perlu mendatangkan banyak ahli untuk mengorientasi cara pandang dan tingkah laku, serta tak perlu faslitas wah untuk mengubahnya. Hanya satu yang kita perlukan, kebulatan tekad untuk memperjuangkannya, kemauan menjalani untuk proses yang panjang, dan kelapangan dada untuk dapat memperbaikinya. Hanya satu memang, keselarasan antara hati, akal pikiran, dan tingkah laku, dalam hubungannya secara horisontal maupun vertikal.

Akhirnya enam tahun perjalanan yang ditutup dengan ‘kekalahan’ sementara idealisme dalam organisasi. Diakhiri dengan sumpah, “Demi Allah, seandainya mereka yang telah membuat keputusan ini bisa masuk surga, saya orang pertama yang akan interupsi kepada Tuhan, atas perlakukan ketidakadilan yang saya dapatkan.”. Perjalanan indah yang banyak memberikan arti dalam hidup dan kehidupan ini. Pengalaman berharga, yang tak perlu mengeluarkan uang jutaan US dolar untuk mempelajarinya. Hanya satu pemahaman, Tuhan Maha Melihat dan Maha Mendengar. Tatkala di hari penghakiman, mulut dikunci, tangan dan kaki tengah melakukan kesaksian. Melalui petunjuk hidayah-Nya, ku berserah diri dan memohon ampunan, semoga hamba dikumpulkan bersama orang-orang yang mendapatkan syafaat dan ampunan. Idealisme, suatu saat akan datang orang-orang yang dengan teguh memegangnya, untuk merestorasi organisasi kedalam jalur yang sebenar-benarnya, Insya Allah.

Dan kini, fasa berikutnya sudah beranjak dimulai. Lingkungan dan orang baru datang mewarnai hari-hari. Meramaikan kisah diantara dua dunia, yang masih berlalu lalang di dalam pikiran. Karena manusia memang makhluk sosial, organisasi lagi-lagi datang. Padahal hati sudah bulat untuk menolaknya, tapi apa daya. Ketika kelapangan waktu masih tersedia, sungkan untuk menolaknya. Tanpa disadari, ku bertanya dalam hati, “Tuhan kenapa Engkau senantiasa memberikan lingkungan yang baru kepadaku ?”. Tantangan yang akan ada jawabannya nanti setelah melewati fasa ini.

Hidup menjadi kelompok minoritas ternyata mempunyai seni tersendiri. Begitu juga dengan organisasi, perhimpunan karena kesamaan suku, memiliki karakteristik yang berbeda. Teringat pesan seorang kawan sebelum berangkat, “Di sana, karakteristik orang akan tampak yang sebenar-benarnya.”. Entah apa maksudnya, tapi mungkin memang iya adanya. Terlepas dari sikap baik dan buruk, dan akan tampak semakin terlihat manakala kita sudah mengetahui latar belakang sebelumnya. Yang berbeda hanya lingkungan, dan juga tantangan. Mungkin itulah bagaimana strategi manusia beradaptasi dan menghadapinya. Jawaban yang mungkin masuk akal saat ini. Tapi dipertentangkan dengan sebuah pertanyaan retoris, “Kalau idealisme itu bersifat universal, kenapa diperlakukan seolah-olah hal yang baru?”. Dijustifikasi dengan dalih agar perilaku menjadi benar. Lagi-lagi mencoba merenung, gagal paham. Ya sudahlah, saya datang karena mau menimba ilmu. Saya berorganisasi karena saya butuh bersosialisasi. Mudah-mudahan bisa menjalani dua aktivitas tersebut tanpa menceraikannya. Menjalani aktivitas dengan kelapangan waktu yang dimiliki.

Organisasi, idealisme diantara banyak kepentingan. Akankah kita akan tetap teguh memegangnya ? Atau malah bertransformasi menjadi sesuatu yang lebih baik ? Entahlah….saatnya waktu makan siang….


4 responses to “Organisasi – Idealisme diantara banyak kepentingan”

Leave a Reply