Particle Size Distribution


Particle Size Distribution

Bentuk dan ukuran partikel berbeda-beda. Biasanya dibedakan antara partikel berbentuk bulat dan tidak bulat. Khusus partikel yang tidak bulat, dikarenakan sulit mengidentifikasi berdasarkan ukuran geometrinya, maka perlu didefinisikan parameter bentuk dan ukuran partikel yang ekivalen dengan diameter dari partikel tersebut, seperti: aerodynamic, optical, diffusion, electrical mobility, dan lain sebagainya. Aerosol sebagai contoh, terdiri dari berbagai ukuran partikel di dalamnya, yang biasa disebut poly-disperse aerosols. Untuk keperluan kalibrasi instrumen pengukur konsentrasi partikel, dibutuhkan ukuran partikel yang homogen, yang biasa disebut mono-disperse.

Dalam hal menentukan particle size distribution, dibutuhkan pengkondisian sample, memilah berdasarkan ukuran partikel, kemudian menghitung jumlah partikel dari setiap interval dari ukuran partikel tersebut. Terdapat empat metode pengukuran particle size distribution yang biasa digunakan: 1)  Partikel langsung diukur dengan optical particle counter, setelah sebelumnya dilakukan pengkondisian berupa proses kondensasi; 2) Partikel dipilah dengan menggunakan filter, kemudian diukur dengan menggunakan mikroskop optik atau elektron; 3) Partikel dipilah dengan menggunakan cascade impactor, kemudian diukur dan dicatat total massa pada masing-masing bagian dalam impactor tersebut; dan 4) Partikel diakselerasi di daerah penginderaan, charged particle dalam pengaruh medan listrik, kemudian dideteksi waktu dan jarak tempuh dari partikel tersebut.

Sebagai contoh, diketahui data hasil pengukuran pada berbagai ukuran filter (mesh), lihat Tabel 1. Prediksi dan analisis, apakah partikel tersebut merupakan jenis mono-disperse atau poly-disperse ? Petunjuk: Dicari nilai geometric mean diameter, dg, dan geometric standard deviation, σg. Bila σg ≤ 1.25, maka partikel yang terukur adalah mono-disperse. Sedangkan bila σg > 1.25, maka poly-disperse.

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran

Tabel 1

Dari Tabel 1, diperoleh grafik fungsi jumlah partikel untuk setiap interval ukuran partikel, f(Dp), dalam bentuk histogram, cumulative undersize (D), dan cumulative oversize (R), lihat Gambar 1. Untuk mengatasi kerancuan dalam penyajian histogram, biasanya data fraksi massa yang ditampilkan, dibagi dengan ukuran partikel terlebih dahulu. Keuntungannya adalah kita dapat membuat histogram yang tidak bergantung pada ukuran interval partikel. Particle size distribution dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Grafik Jumlah Partikel, f(Dp), Cumulative Undersize %, dan Cumulative Oversize % terhadap Interval Ukuran Partikel
Gambar 1. Grafik Jumlah Partikel, f(Dp), Cumulative Undersize %, dan Cumulative Oversize % terhadap Interval Ukuran Partikel
Gambar 2. Particle Size Distribution
Gambar 2. Particle Size Distribution

Untuk menghitung geometric mean diameter, dg, dan geometric standard deviation, σg, gunakan grafik pada Gambar 3. dg merupakan titik 50% dari sumbu cumulative oversize, didapat nilai 0.773 μm. Sedangkan σg merupakan rasio dari Dp pada D = 84.13% terhadap Dp pada R = 50%, didapat nilai σg = 2.252/0.773 = 2.913. Jadi, bisa diprediksi bahwa partikel tersebut merupakan jenis poly-disperse.

Gambar 3. Cumulative Size Distribution
Gambar 3. Cumulative Size Distribution

Referensi:

  1. T. Yoshida, Y. Kousaka, and K. Okuyama, 1979. Aerosol Science for Engineers.
  2. G. Ramachandran and D. W. Cooper, 2011. Aerosol Measurement: Principles, Techniques, and Applications, Chapter 22. (http://onlinelibrary.wiley.com/book/10.1002/9781118001684)

2 responses to “Particle Size Distribution”

    • I am not sure, because not so many players in the aerosol field in Indonesia. Some researchers used only for field observation (0.3-0.5, 0.5-1, 1-2.5, and 2.5-10 um) and only limited players used SMPS for fine/ultrafine particles.

Leave a Reply