Aku dan Sepeda ku


Sepeda oh sepeda ….

Aku, sepeda, dan aktivitas baruku. Menjalani hidup bukan di tanah kelahiran itu….sesuatu banget ya ? Aku yang terbiasa di tanah sunda: Tasikmalaya, Panjalu (numpang ayah dan ibu mertua, ;-)), Bandung, dan juga Jakarta (maksa bingits), dan kini untuk pertama kalinya hidup merantau di negeri orang. Beruntung….? bisa jadi, Kesempatan….? tentu saja. Melalui takdir-Nya, akhirnya aku menjalani kehidupan baruku disini. Ya, disini… negeri yang disebut orang-orang sebagai negeri matahari terbit. Tepat sekali, Japan. Beruntung…., setidaknya untuk dua hal: 1) adat istiadat ketimuran, yang masih sejalan; serta 2) kemampuan bahasa inggris yang pas-pasan, pas ditanya pas bisa. Etos kerja….? serasa menjadi manusia berkinerja dibawah rata-rata, walaupun tidak sampai memalukan. Berlatih dan bekerja keras setiap saat, karena mungkin, kesempatan emas ini tidak akan datang dua kali, mungkin tiga atau empat kali, atau mungkin lebih…. Berharap pada amanah yang sedang diemban, dapat tuntas dilaksanakan, walau pilu mungkin hadir di sela-sela aktivitas. Aku, sepeda, dan aktivitas baruku.

Saat pertama kali menginjakkan kaki di Kanazawa – Japan, orang-orang mungkin mencari alat-alat yang dibutuhkan sehari-hari, seperti: rice cooker, kompor, mesin cuci, kulkas, penghangat air minum, atau microwave. Tapi tidak berlaku bagiku. Bukan aku anti mainstream, bukan tidak suka makan nasi (onigiri aja), bukan tidak suka memasak (sudah pasti), bukan pula tidak pernah mencuci (masih bisa manual), bukan itu ternyata. Aku hanya butuh mengeksplorasi alam yang terasa asing ini. Karena ku hidup bukan untuk satu atau dua hari. Setidaknya, aku hidup untuk tiga tahun ke depan, Insya Allah, mudah-mudahan lancar dan dilancarkan-Nya.

Ternyata yang kucari hanyalah sepeda, sepeda yang mungkin akan menemani hari-hari sepiku, setidaknya untuk dua-tiga bulan di awal kedatangan, di tengah aktivitas yang mulai menanjak. Sepeda oh sepeda…. Cukup senang memang dibuatnya. Bisa menjelajahi setiap sudut asahimachi dan sekitarnya, menemani pagi dan malam pergi/pulang ke/dari kampus (http://indrachandra.staff.telkomuniversity.ac.id/2014/10/24/ayo-sekolah/), dan juga bisa sightseeing. Walau seseorang nun jauh disana, “Makan tuh sepeda….?”, Tidur aja sekalian di sepeda….?”, hahaha, secara perabotan apato belum ada satupun yang dibeli. “Sabar, bu…. sabar ya….!”, tulisku berupaya meredakan situasi politik yang semakin memanas kala itu. Pyuuhhh… lirihku dalam hati, badai pasti berlalu, badai mudah-mudah berlalu.

Dikala transportasi menjadi kendala, maka sepeda inilah harapan pertama yang dicari. Walau lelah mendera, tak ada jalan lain selain mencobanya. Lalu bagaimana jikalau kebutuhan sehari-hari memanggil ? Apalagi kebutuhan rumah tangga, untuk melengkapi kekosongan di apato ? Tidak ada beca, bemo, atau motor, apalagi mobil. Tak ada jalan lain, kereta tak bermesin ini menjadi tumpuan. Sungkan untuk meminta pertolongan, sedapat mungkin dan sebisa mungkin, bisa dikerjakan oleh tangan dan kaki sendiri, selama jiwa masih ada dalam raga ini, apaan coba…. Nasib hidup di perantauan, bersyukur masih ada pekerjaan yang bisa dilakukan, dan apato tempat untuk berteduh, meski baru tiga bulan, untuk hidup, setidaknya, tiga tahun kedepan.

Teringat kembali pengalaman tali temali semasa pramuka di SMA dulu, yang tak kunjung mahir untuk dilakukan. Tapi the power of kapepet, memberi secercah harapan, dengan memegang teguh prinsip ‘selama barang bisa dikondisikan dalam keadaan stabil, dengan kelembaman yang tinggi, maka sepeda tetap akan berjalan dengan sopannya’, walau hasilnya carut marut nggak karuan, yang penting sepeda bisa dikendarai dengan baik. Dan akhirnya, mahakarya itupun selesai dilakukan, menunggu aktivitas lainnya untuk segera dirampungkan.

3

2

sepeda

Sepeda

image

Lalu bagaimana dengan gambar dibawah ini ? Terima kasih saya ucapkan buat Pak Tantut dan Pak Saldy untuk membantu memudahkan membawa sofa-nya, serta Pak Matsui dan Mba Hikmah yang telah membantu dan memudahkan membawa kursi lipatnya. Ucapkan terima kasih juga saya sampaikan kepada teman dan kolega lainnya, atas doa yang tak lelah untuk diucapkan.

4

 5


Leave a Reply